RagamWarta.com – Angka kemiskinan di Trenggalek terus menurun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Trenggalek turun menjadi 10,29 persen atau setara kurang lebih 72 ribu jiwa.
Uniknya, penurunan ini justru terjadi di tengah kenaikan garis kemiskinan yang saat ini mencapai angka Rp450.334 per kapita per bulan. Angka itu naik 3,7 persen dibanding tahun sebelumnya.
Kepala BPS Trenggalek, Mimik Nurjanti menjelaskan bahwa penurunan angka kemiskinan ini menunjukkan hasil nyata dari berbagai program pengentasan yang dilakukan pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Secara persentase memang tidak besar, tapi trennya positif dan konsisten. Artinya, kebijakan daerah mulai tepat sasaran,” ujar Mimik Nurjanti saat dikonfirmasi awak media di kantor BPS Trenggalek, Rabu (16/10/2025).
Dijelaskan Mimik, selama periode Maret 2024 hingga Maret 2025, jumlah penduduk miskin berkurang 1,40 ribu jiwa, dari 73,75 ribu jiwa menjadi 72,35 ribu jiwa.
Sementara itu, garis kemiskinan meningkat sekitar Rp16.188 per kapita per bulan. Kenaikan ini mencerminkan adanya peningkatan harga kebutuhan pokok sekaligus perubahan pola konsumsi masyarakat.
“Naiknya garis kemiskinan bukan selalu hal negatif. Ini juga bisa menunjukkan daya beli dan kebutuhan hidup masyarakat meningkat, termasuk dari sisi gizi maupun kebutuhan nonmakanan,” jelasnya.
Selain penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin, BPS juga mencatat perbaikan pada kualitas kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 1,43 menjadi 1,09, dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) turun dari 0,28 menjadi 0,20.
“Artinya, rata-rata pengeluaran penduduk miskin kini semakin mendekati garis kemiskinan, dan kesenjangan antarpenduduk miskin juga makin kecil,” terang Mimik.
Secara historis, tren penurunan kemiskinan di Trenggalek berlangsung cukup panjang. Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin masih mencapai 149,10 ribu jiwa atau 22,79 persen dari total populasi.
Kini, angka tersebut tinggal 10,29 persen, atau turun lebih dari setengahnya dalam kurun waktu 18 tahun.
Mimik menilai capaian ini tak lepas dari sinergi lintas sektor. Mulai dari Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan, hingga Dinas Pertanian dan Pangan.
“Setiap instansi punya kontribusi sesuai bidangnya, mulai dari penguatan ekonomi mikro, pemberdayaan petani, hingga perlindungan sosial bagi kelompok rentan,” imbuhnya.
Meski demikian, Mimik menegaskan bahwa tantangan kemiskinan tidak hanya diukur dari jumlah atau persentase. Kedalaman dan keparahan kemiskinan juga perlu terus ditekan agar penduduk miskin tidak hanya keluar dari garis kemiskinan sementara, tetapi juga mampu bertahan di atasnya.
“Fokus kita ke depan bukan sekadar mengurangi jumlah penduduk miskin, tapi meningkatkan kualitas hidup mereka agar bisa benar-benar mandiri,” pungkasnya.











