RagamWarta.com – Ratusan sopir ODOL atau angkutan barang se-Kabupaten Trenggalek padati area gedung DPRD. Sopir ini memarkir truk mereka sehingga lalu lintas di dalam kota lumpuh total.
Aksi ini diikuti oleh sedikitnya 287 sopir dari tujuh komunitas angkutan barang ini membawa enam tuntutan utama terkait kebijakan lalu lintas dan perlakuan hukum di lapangan.
Salah satu perwakilan massa, Sutrisno menilai pelaksanaan razia Over Dimension Over Loading (ODOL) selama ini belum disertai dengan landasan hukum yang jelas, sehingga kerap merugikan para sopir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masalah ODOL, kita sudah ditindak sebelum ada revisi. Kita menuntut jangan ada preman di jalan. Termasuk revisi UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009, perlindungan hukum untuk sopir, pemberantasan pungli, dan kesetaraan perlakuan hukum,” tegas Sutrisno.
Ia juga menyoroti minimnya sosialisasi kebijakan lalu lintas di tingkat lapangan. Banyak sopir, menurutnya, menjadi korban tilang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan, yang kerap diidentikkan dengan praktik pungli terselubung.
Enam tuntutan yang disuarakan sopir angkutan barang di Trenggalek antara lain:
- Penghentian sementara operasi ODOL hingga terbitnya Peraturan Presiden.
- Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Penetapan regulasi tarif angkutan logistik secara jelas.
- Jaminan perlindungan hukum bagi sopir angkutan.
- Pemberantasan praktik premanisme dan pungli di jalanan.
- Kesetaraan perlakuan hukum antara sopir perorangan dan korporasi.
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua DPRD Trenggalek Doding Rahmadi menyatakan siap menindaklanjuti seluruh tuntutan dengan menerbitkan surat resmi DPRD untuk disampaikan ke DPR RI dan Kementerian Perhubungan.
“Tuntutan mereka, terutama penghentian ODOL sementara, cukup logis. Kita tidak ingin masyarakat kecil terus tertekan oleh kebijakan yang belum sepenuhnya siap. Kami akan perjuangkan,” ujar Doding.
Ia juga menegaskan akan pentingnya keadilan hukum bagi semua pelaku usaha transportasi, termasuk sopir individu yang selama ini dinilai kurang mendapatkan perlindungan hukum yang sama.
“Perlakuan hukum tidak boleh diskriminatif. Harus adil, baik bagi perorangan maupun perusahaan besar. Kita juga dukung adanya regulasi logistik yang lebih adil agar tidak terjadi ketimpangan harga dan perlakuan,” pungkasnya.